Pada bait pertama kata ‘sepi’ menguasai isi tubuh puisi yang menggambarkan kekosongan perasaan Chairil Anwar saat itu. Puisi “Hampa” terdiri atas 12 baris, yaitu : 1. Baris pertama “Kepada Sri”. Pada baris pertama ini penyair mengawali puisinya dengan kalimat Kepada Sri, yang berarti puisi tersebut ditunjukkan kepada Sri wanita yang
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Ini kali tidak ada yang mencari cintadiantara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenangmenemu bujuk pangkal bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalanmenyisir semenanjung, masih pengap harapsekali tiba diujung dan sekalian selamat jalandari pantai ketempat, sedu penghasilan bisa terdekap Pada puisi karya Chairil Anwar yang berjudul Senja di Pelabuahan Kecil menceritakan tentang cinta yang sudah tidak dapat diperoleh lagi. Kemudian pengarang menuliskan sebuah gedung, rumah tua, cerita tiang dan temali, kapal, dan perahu dalam puisi tersebut dimana benda-benda tersebut mengungkapkan perasaan sedih dan sepi . Yang dimana benda-benda tersebut mengungkapkan perasaan sedih dan sepi. Yang dimana benda-benda tersebut tertulis dalam bait pertama. Pada bait kedua, pengarang memfokuskan pada latar suasana tidak membahas benda-benda lagi seperti pada kalimat "Dipelabuhan itu turun gerimis yang mempercepat kelammenambah kesedihan yang dialami pengarang dan ada "kelapa elang" yang menyinggung muram"membuat hati pengarang menjadi lebih muram, dan hari-hari seakan lagi berenang . suasana dipantai membuat pengarang dipenuhi harapan untuk terhibur, ternyata suasana pantai itu kemudian berubah, harapan untuk mendapatkan itu menjadi musnah, sebab pengarang menuliskan kalimat "kini tanah, air, tidur hilang ombak". Pada bait ketiga dalam puisi, pikiran pengarang lebih memfokuskan pada dirinya. Ia merasa dirinya benar-benar sendiri. Tidak ada lagi yang bisa diharapkan untuk memberikan hiburan dalam kesendiriannya itu . Pada kalimat selanjutnya ia menuliskan "Dalam kesendirian itu, ia menyisiir semenanjung semula ia berjalan dengan dipenuhi harap dan kalimat sekali tiba diujung dan sekalian selamat jalan" dari kalimat tersebut saat ia mencapai ujung dan tujuannya, ternyata orang yang diharapkan malah mengucapkan selamat jalan. Maka dari itu pengarang merasa bahwa ia sama sekali tidak ada harapan untuk mencapai tujuannya kembali. Dari puisi diatas karya Chairil Anwar yang berjudul" Senja di Pelabuhan Kecil", puisi ini menggambarkan perasaan seoarng penyair yang gagak dan merasa sedih dalam percintaan yang dia alami, kemudian ia utarakan dalam bentuk puisi ini. Berdasarkan kehidupan nyata, manusia yang mengalami soal percintaan mungkin pernah mengalami kegagalan. Ketika manusia mengalami kegagalan tersebut, manusua akan kehilangan motivasi untuk menjalani kehidupan yang ia jalani dikarenakan tidak ada yang mendampingi. Kelebihan dan kekurangan pada puisi senja di pelabuhan kecil adalah puisinya bagus terlihat pada pemilihan diksi yang tepat,akan tetapi dalam puisi tersebut juga masih banyak dijumpai kata- kata yang sulit untuk dipahami sehingga membutuhkan kamus untuk mengartikannya dan juga membutuhkan pemahaman yang tinggi untuk mengetahui maksud atau makna dari puisi tersebut. Membutuhkan tingkat pengalaman dan penghayatan agar pembaca dapat mengetahui maksud tersirat dari puisi "Senja di Pelabuhan Kecil" 1 2 Lihat Puisi Selengkapnya

Penggunanaan bahasa figuratif atau majas akan membuat puisi lebih prismatis dan memancarkan banyak makna. Puisi Senja di Pelabuhan Kecil tersebut banyak menggunakan majas simile/persamaan. Kata senja disamakan dengan habisnya kisah cinta, gerimis diibaratkan sebagai simbol kesedihan, dsb.

Senja di Pelabuhan Kecil”Buat Sri Ajati Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap. 1946 Chairil Anwar, 200958 Chairil biasanya orang yang tegar dan selalu optimis dalam segala hal tetapi dalam puisi ini dia merasa pesimis karena cintanya sudah kandas. Sehingga puisi ini seakan-akan menjadi melankolis karena sajaknya berisi tentang ratapan dan kesedihan Chairil dalam memikirkan nasib yang benar-benar sudah tak bisa lagi dirubah. Tetapi emosi Chairil yang menguasai puisi ini menyebabkan sajaknya tidak terlalu terlihat sedih. Hal ini berbeda dengan puisi Chairil yang menunjukkan ketegaran dan kekuatan Chairil Anwar tersebut, seperti yang tergambar dalam puisinya yang berjudul “Aku” ini. Penyair menulis puisi ini karena penyair ingin menunjukkan keindividualan. Chairil membawa semangat lewat puisi tersebut karena pada saat itu orang Indonesia belum ada yang meng-akukan dirinya. Seperti yang tergambar dari bait-bait puisinya sampai waktuku Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Pada bait tersebut penyair menyadari peran dalam hidupnya yang mengharuskan adanya tindakan agar tidak terpengaruh oleh orang lain. Hal ini berkaitan dengan baris berikutnya bahwa ia tak mau orang lain mempengaruhi hidupnya. Penyair berpikiran orang lain yang mempengaruhi hidupnya membuat ia kehilangan kemerdekaannya, sehingga ia menunjukkan keindivualitasnya yang berkaitan dengan baris selanjutnya yang berarti ia tidak akan terpengaruh oleh siapapun. Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Pada bait tersebut penyair benar-benar tidak peduli apa pun yang terjadi, karena tidak akan mempengaruhi keinginannya. Penyair memilih untuk menolak pengaruh semangat lingkungan, dan gigih mempertahankan ketunggalannya sebagai persona, serta mempertahankan individualitas, kemudian dengan tegas ia berkata pada baris berikutnya ini membuktikan ia telah memilih dunianya yang otonom. Karena hal itu, ia harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dalam menjalani eksistensinya, sebab ia akan mendapatkan tantangan-tantangan. Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Selanjutnya pada tersebut menunjukkan perjuangan penyair dalam dunianya sendiri, yang tetap bertahan dengan idiologinya walau berbagai cobaan yang pedih menghampirinya. Karena ia tidak akan mempedulikannya. Ini merupakan prinsip hidup penyair yang selalu ia pertahankan. Dari uraian tersebut, sebagai pembaca hal yang paling bisa kita petik yaitu, semangat penyair dalam mempertahankan prinsip hidupnya. Prinsip hidup itu tidak akan bisa tergantikan oleh apa pun, sehingga tidak bisa dipengaruhi orang lain. Jika kita ingin hidup lebih baik, maka kita perlu menjadi diri sendiri yang tidak ada pengaruh hal lain dari mana pun juga. Hal ini yang perlu kita pertahankan demi kelancaran hidup ini Hal ini berbeda pada puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” pengarang menceritakan tentang cintanya yang sudah tidak dapat diperoleh lagi. Pengarang menggambarkan gedung, rumah tua, tiang, dan temali, kapal, dan perahu yang tidak bertaut. Benda-benda itu semua mengungkapkan tentang perasaan sedih dan sepi yang dirasakan pengarang. Penyair atau pengarang merasa bahwa benda-benda di pelabuhan itu membisu kepadanya. Selain itu dalam bait pertama Chairil mencoba menuangkan perasaannya, bagaimana seorang kekasih tidak lagi bersamanya. Si “aku” dalam puisi ini merasakan kesendirian yang memilukan, semenjak ditinggalkan kekasinya. Semuanya memang terlewat, tetapi terlewat tanpa sesuatu yang perlu dikenang. Berikut bait pusinya Bait pertama Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Pada bait kedua dalam Puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” penyair memfokuskan perhatian pada suasana pelabuhan dan penyair tidak lagi menghiraukan benda-benda di pelabuhan yang beraneka ragam. Penyair hanya memperhatikan suasana pelabuhan yang saat itu sedang gerimis hingga menambah kesedihan penyair. Namun, suatu saat penyair berharap suasana di pantai itu akan membuat hati penyair kembali dipenuhi harapan untuk terhibur, tetapi suasana pantai itu kemudian berubah sehingga menyebabkan harapannya musnah. Selain itu alam berjalan seperti biasanya, tetapi si “aku” dalam puisi ini tidak dapat merasakan apa-apa. Hanya kesendirian yang setia bersamanya. Berikut bait puisinya Bait kedua Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Pada bait ketiga dalam Puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” penyair memusatkan pada dirinya sendiri, bukan pada pantai dan benda-benda disekeliling pantai itu. Dia merasa tidak ada lagi yang diharapkan karena tidak ada yang menghiburnya dalam kesedihan dan kesendiriannya. Dalam kesendiriannya, penyair tetap berjalan dengan penuh harapan. Namun sesampainya di tujuan, orang yang diharapkan penyair bisa menghiburnya, justru meninggalkannya. Penyair merasa tidak ada lagi harapan untuk mencapai tujuannya kembali. Sehingga penyair merasa tidak dapat meraih cintanya. Berikut bait puisinya Bait ketiga Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap. Berdasarkan analisis “Puisi Senja di Pelabuhan Kecil” di atas kita dapat memberikan penilaian bahwa puisi tersebut lebih menonjolkan kesendirian yang dirasakan pengarangnya karena dalam ’Puisi Senja di Pelabuhan Kecil”, pengarang ingin melukiskan perasaannya melalui syair yang dibuatnya. Dalam syairnya, pengarang mengungkapkan bahwa kegagalan cinta itu menyebabkan hatinya sedih dan tercekam. Penyair membutuhkan seseorang untuk menghibur dirinya. Namun seseorang yang diharapkan bisa menghiburnya, justru pergi meninggalkannya. Penyair merasa itu semua merupakan sebuah kegagalan. Hal itu menyebabkan seolah-olah penyair kehilangan segala-galanya. Di dalam puisi ini sangat terlihat psikologi penyair yang terguncang, hal itu terlihat ketika pengarang atau penyair berusaha untuk bangkit mencari hiburan dan menginginkan sebuah harapan dengan menyusuri semenanjung. Selain itu, psikologis pengarang juga sangat terlihat dari ungkapan perasaan jiwanya yang sangat sedih dan berharap ada sebuah harapan datang. Penyair berharap ada yang menghiburnya, tetapi harapan itu tiba-tiba hilang bahkan dari kejadian itu terlihat jelas bahwa jiwa penyair terguncang karena kesedihan penyair yang ia dapatkan kembali. Ketika orang mulai berusaha untuk bangkit dari kesedihannya, menandakan ia bisa menguasai dirinya. Namun, ketika penyair sudah berusaha bangkit tetapi sia-sia, hal itu yang bisa menyebabkan dirinya terganggu. Semua bisa terganggu ketika hal yang ia alami tidak sesuai dengan keinginannya dan menyebabkan hal buruk. Apa yang dialami penyair menyebabkan penyair merasa kehilangan segala-galanya. Keadaan seperti inilah yang ditakutkan karena ketika ia merasakan hal seperti ini, rasionalnya tidak bisa bekerja dengan baik.

Berdasarkan klarifikasi Makna kata piaraan di atas. Dapat diketahui bahwa kata piara bisa dikonotasikan negatif, yaitu dikala dimaknai sebagai kata kiasan. Kata piaraan dalam bahasa Indonesia mengandung makna yang negatif alasannya ialah lebih banyak dipakai untuk hewan.

SENJA DI PELABUHAN KECIL Karya Chairil Anwar Ini kali tidak ada yang mencari cinta diantara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap 1946 Chairil Anwar Puisi yang berjudul “Senja Di Pelabuhan Kecil” ini ditulis pada tahun 1946 oleh Chairil Anwar dan dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern karya ini tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan 45. Tema yang diangkat dalam puisi ini adalah tentang kemanusiaan lebih spesifik lagi tentang perasaan si penyair kepada orang yang tidak lagi dicintainya. Pilihan kata yang lugas dan mengandung makna mendalam sulit kita jumpai pada penyair jaman sekarang ini. Resapan hati Chairil Anwar ditumpahkan semuanya dalam Puisi Senja di Pelabuhan Kecil. Isi dari puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil” ini lebih menonjolkan kesendirian yang dirasakan penyair, karena penyair ingin melukiskan perasaannya melalui syair yang dibuatnya. Dalam puisi ini penyair mengungkapkan bahwa kegagalan cinta itu menyebabkan hatinya sedih dan tercekam. Ia membutuhkan seseorang untuk menghibur dirnya. Namun seseorang yang diharapkan tersebut justru pergi meninggalkannya. Pengarang merasa itu semua merupakan sebuah kegagalan. Hal itu menyebabkan seolah-olah pengarang kehilangan segala-galanya. Ketika seseorang mulai berusaha untuk bangkit dari kesedihannya, menandakan bahwa ia bisa menguasai dirinya. Namun, ketika seseorang sudah berusaha bangkit tetapi sia-sia, hal itu yang bisa menyebabkan dirinya terganggu. Semua bisa terganggu ketika hal yang ia alami tidak sesuai dengan keinginannya dan menyebabkan hal buruk. Yakinlah dibalik itu semua ada suatu keindahan yang akan segera kita saksikan. Manusia hanya berdoa dan berusaha untuk yang terbaik. Kebahagiaan hakiki terletak pada diri setiap insan manusia yang selalu bersyukur atas segala yang telah kita nikmati dalam hidup. Amanat yang terkandung dalam puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” ini yaitu Ketika ada masalah jangan bersedih terus-menerus, segeralah bangkit dari kesedihan. Selalu mencari cinta sejati tanpa mengenal lelah, karena cinta sejati baru akan ada ketika usaha kita disertai dengan doa yang tulus dan ikhlas. Cinta kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, cinta kepada sesama, dan cinta kepada alam raya. Penulis Anggi Eria Rahayu dan Riska Fitriana PBSI STKIP PGRI Pacitan Jawa Timur Meskipun bentuknya singkat dan padat, umumnya orang lain kesulitan untuk menjelaskan makna puisi yang disampaikan dari setiap baitnya. Itulah informasi tentang puisi cinta bahasa minang dan artinya yang dapat admin kumpulkan. Admin blog KT Puisi 2019 juga mengumpulkan gambar-gambar lainnya terkait puisi cinta bahasa minang dan artinya dibawah ini.

Jakarta - Pada 26 Juli 1928, penyair legendaris Chairil Anwar lahir. Ia aktif dalam menyebarkan karya puisinya di masa pembentukan Indonesia merdeka sejak tahun 1942 sampai 1949. Dan tahun ini, seabad atau 100 tahun Chairil Anwar diperingati di dunia sastra, puisi-puisinya terbilang popular dan masih sering dibacakan oleh banyak kalangan. Disebutkan dalam laman Chairil Anwar telah menyumbang karya tulisan sebanyak 75 puisi, tujuh prosa, dan tiga koleksi puisi. Beliau juga menerjemahkan 10 puisi dan empat prosa. Sedangkan dalam laman menyebutkan hampir semua puisi yang ia tulis merujuk pada puisi-puisinya, Chairil Anwar mampu memberikan semangat baru pada perubahan sajak sastra di budaya Indonesia. Keunikan dan pengetahuannya membuat puisi-puisinya semakin tajam ketika didengar. Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa puisi terkenal yang pernah diciptakan oleh Chairil AnwarPuisi Karya Chairil Anwar NisanPuisi berjudul nisan merupakan karya termudanya di tahun 1942, saat itu ia baru berusia 20 tahun. Umumnya istilah nisan merujuk pada batu yang ditanam di atas kuburan. Namun berbeda dengan apa yang disebutkan dalam laman Nisan dalam puisi Chairil ialah persembahan bagi neneknya. Berikut puisi lengkapnyaBukan kematian benar menusuk kalbuKeridhaanmu menerima segala tibaTak kutahu setinggi itu di atas debuDan duka maha tuan tak bertahtaAkuMengutip Chairil Anwar, Hasil Karya dan Pengabdiannya 2009 karya Sri Sutjianingsih, puisi ini memperlihatkan fenomena hidup individualisme yang dijalankan oleh Chairil Anwar. Berikut lengkapnyaKalau sampai waktuku Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak peduli Aku mau hidup seribu tahun lagiKarawang Bekasi Dalam jurnal berjudul Nasionalisme dalam Sajak Chairil Anwar, puisi berjudul Karawang Bekasi merupakan gambaran dari situasi dan kondisi di front Karawang-Bekasi pada masa revolusi fisik 1945-1949. Tepatnya untuk mempertahankan pertahanan dari Nederlands Indies Civil Affair Officier NICA. Berikut lengkapnyaKami yang kini terbaring antara Krawang-BekasiTidak bisa teriak Merdeka’ dan angkat senjata lagiTapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kamiTerbayang kami maju dan mendegap hati?Kami bicara padamu dalam hening di malam sepiJika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetakKami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi kenanglah sudah coba apa yang kami bisatapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan ati 4-5 ribu nyawaKami cuma tulang-tulang berserakanTapi adalah kepunyaanmuKaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakanAtau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan, atau tidak untuk apa-apaKami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkataKaulah sekarang yang bicara padamu dalam hening di malam sepiJika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetakKenang, kenang lah kamiTeruskan, teruskan jiwa kamiMenjaga Bung KarnoMenjaga Bung HattaMenjaga Bung SjahrirKami sekarang mayatBerikan kami artiBerjagalah terus di garis batas pernyataan dan impianKenang, kenang lah kamiyang tinggal tulang-tulang diliputi debuBeribu kami terbaring antara Krawang-BekasiKepada Peminta-MintaBerdasarkan jurnal karya puisi ini ditulis oleh Chairil pada bulan Juni tahun 1943. Puisi ini menonjolkan sikap kritis Chairil dalam menggambarkan kondisi seseungguhnya kehidupan rakyat miskin atau kaum melarat pada pembaca. Mulai dari sikap ekspresionisme sampai sikap sosialnya dari apa yang terjadi. Berikut puisi lengkapnyaBaik, baik aku akan menghadap DiaMenyerahkan diri dan segala dosaTapi jangan tentang lagi akuNanti darahku jadi lagi kau berceritaIklan Sudah tercacar semua di mukaNanah meleleh dari lukaSambil berjalan kau usap tiap kau melangkahMengeerang tiap kau memandangMenetes dari suasana kau datangSembarang kau dalam mimpikuMenghempas aku di bumi kerasDi bibirku terasa pedasMengaum di baik aku akan menghadap DiaMenyerahkan diri dari segala dosaTapi jangan tentang lagi akuNanti darahku jadi jurnal berjudul Pemahaman Semiotika Sajak Doa Karya Chairil Anwar, mengandung makna mengenai hubungan seorang insan dengan Tuhannya. Sajak ini terbilang bertentangan dengan diri CHairil sebagai "Ahasveros" atau bersikap individualis dan eksistensialis. Berikut puisi lengkapnyaKepada pemeluk teguhTuhankuDalam termanguAku masih menyebut namamuBiar susah sungguhMengingat Kau penuh seluruhCahaya Mu panas suciTinggal kerdip lilin di kelam sunyiTuhankuAku hilang bentuk remukTuhankuAku mengembara di negeri asingTuhankuDi pintu Mu aku bisa mengetukAku tidak bisa berpalingPersetujuan Dengan Bung KarnoSelanjutnya puisi yang dibuat oleh Chairil untuk Soekarno pada masa kemerdekaan. Isinya menjelaskan kobatan untuk melepaskan penjajahan dan membentuk Indonesia yang baru. Berikut lengkapnyaAyo! Bung Karno kasih tangan, mari kita bikin janjiAku sudah cukup lama dengan bicara muDipanggang di atas api muDigarami lautmu dari mulai tanggal 17 Agustus 1945Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimuAku sekarang api, Aku sekarang lautBung Karno! Kau dan aku satu zat satu uratDi zat mu, di zat ku kapal-kapal kita berlayarDi urat mu, di urat ku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuhSenja di Pelabuhan KecilMenurut jurnal berjudul Analisis Struktur Barin Puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” Karya Chairil Anwar, menjelaskan bahwa puisi ini menggambarkan kondisi dari kesedihan, ratapan, dan duka. Pesan yang disampaikan ialah kegagalan sebuat cinta bukan akhir dan segalanya dan hal tersebut dapat kita dapatkan kembali dari pelabuhan yang lebih luas. Berikut lengkapnyaIni kali tidak ada yang mencari cintadiantara gudang, rumah tua, pada ceritatiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlautmenghembus diri dalam mempercaya mau berpautGerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elangmenyinggung muram, desir hari lari berenangmenemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerakdan kini tanah dan air tidur hilang lagi. Aku sendiri. Berjalanmenyisir semenanjung, masih pengap harapsekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalandari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekapFATHUR RACHMAN Baca 100 Tahun Chairil Anwar, Sang Penyair Sempat Dituduh Lakukan Plagiat Puisi Karawang BekasiIkuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Butuh waktu lama bagi tokoh "aku" untuk menemui sang kekasih yang bahkan ia tidak tahu bagaimana rupanya. Baca juga: Makna Puisi Subuh Karya Amir Hamzah. Namun, pada akhirnya, ia berhasil bertemu dengan kekasihnya itu, yakni Tuhannya sendiri, lewat kematian. Jika disimpulkan, puisi Padamu Jua Amir Hamzah ini menceritakan pengalaman seseorang
SENJA DI PELABUHAN KECIL Karya Chairil Anwar Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis memepercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air hilang ombak Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap Dalam puisi yang berjudul ”Senja di Pelabuhan Kecil” diatas, terasa bahwa penyair sedang dicengkeram perasaan sedih yang dalam. Dalam kesedihan tesebut, penyair tetap tegar. Demikian pula pada isi puisinya, di dalamnya tak satu pun kata ”sedih”yang diucapkan, tetapi ia mampu mengungkapkan kesedihan yang dirasakannya. Penyair membawa imaginasi pembaca untuk turut serta melihat tepi laut dengan gudang-gudang dan rumah-rumah yang telah tua. Kapal dan perahu yang tertambat disana. Hari menjelang malam disertai gerimis. Kelepak burung elang terdengar jauh. Gambaran tentang pantai ini bercerita tentang suatu yang suram, di sana seseorang berjalan seorang diri tanpa harapan, tanpa cinta, berjalan menyusur semenanjung. Pada puisi diatas, penyair berhasil menghidupkan suasana dengan gambaran yang hidup, ini disebabkan bahasa yang dipakai mengandung suatu kekuatan, tenaga, sehingga memancarakan rasa haru yang dalam. Judul puisi tersebut, telah membawa kita pada suatu situasi yang khusus. Kata senja berkonotasi pada suasana yang remang pada pergantian petang dan malam, tanpa hiruk pikuk orang bekerja. Pada bagian lain, gerimis mempercepat kelam. Kata kelam sengaja dipilihnya karena terasa lebih indah dan dalam daripada kata gelap walaupun sama artinya. Setelah kalimat itu ditulisnya, ada juga kelepak elang menyinggung muram, yang berbicara tentang kemuraman sang penyair saat itu. Untuk mengungkapkan bahwa hari-hari telah berlalu dan berganti dengan masa mendatang, penyair mengungkapkan dengan kata-kata desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Penggambaran malam yang semakin gelap dan air laut yang tenang, disajikan dengan kata-kata yang sarat makna, yakni dan kini tanah dan air hilang ombak.
a. Unsur Intrinsik. Unsur intrinsik puisi adalah unsur yang terkandung dalam puisi dan memengaruhi puisi sebagai karya sastra. 1. Diksi atau pilihan kata. Dalam membangun puisi, penulis memilih kata dengan cermat dengan cara mempertimbangkan makna. Selain itu, kedudukan kata dalam suatu puisi keseluruhan. 2.

Perhatikan kutipan puisi di bawah ini. Senja di Pelabuhan Kecil Buat Sri Ayati Ini kali tidak ada yang mencari cinta Di antara gudang, rumah tua, pada cerita Tiang serta temali. Kapan, perahu tiada berlaut, Menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut. Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang Menyinggung muram, desir hari lari berenang Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak Dan kini tanah, air tidur, hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan. Menyisir semenanjung, masih pengap harap Sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan Dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap. Chairil Anwar, 1946 Suasana yang tergambar dari puisi di atas adalah.


Puisipuisi senja di pelabuhan kecil chairil anwar puisi senja di pelabuhan kecil chairil anwar. Senja di pelabuhan kecil ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang rumah tua pada cerit. Hingga tak heran jika saat ini begitu banyak contoh contoh puisi senja yang memiliki makna mendalam. Kalimat demi kalimat terangkai ketika
ï»żbuat Sri Ayati Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap. YlpakC.
  • y34e76zw9b.pages.dev/301
  • y34e76zw9b.pages.dev/276
  • y34e76zw9b.pages.dev/145
  • y34e76zw9b.pages.dev/314
  • y34e76zw9b.pages.dev/36
  • y34e76zw9b.pages.dev/24
  • y34e76zw9b.pages.dev/66
  • y34e76zw9b.pages.dev/253
  • y34e76zw9b.pages.dev/226
  • makna puisi senja di pelabuhan kecil